Minggu, 09 Desember 2012

ASPEK PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK (Kelompok 6)


ASPEK PERKEMBANGAN MORAL PESERTA DIDIK
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Pendidikan
Yang Dibina oleh Bapak Nur Widodo







Oleh :
Melia Mega Sari (201210070311147)
Diah Ayu Wulandari (201210070311158)
Aris Widodo (201210070311165)

  PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Oktober 2012




BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut dibuat saat ia belajar di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak terhadap dilema moral.Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral dari Kohlberg.
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,walaupun ada dialog yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Kohlberg menggunakan cerita-cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional. Teorinya didasarkan pada tahapan perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.
1.   Rumusan Masalah
1) Apa Pengertian Moral?
2) Bagaimana Pola Perkembangan Moral?
3) Bagaimana Tahap-Tahap Perkembangan Moral?
4) Bagaimana Cara Mempelajari Sikap Moral?
5) Bagaimana Implikasinya bagi pendidikan?
2.   Tujuan Penulisan
1) Mengetahui Pengertian Moral.
2) Mengetahui Bagaimana Pola Perkembangan Moral.
3) Mengetahui Bagaimana Tahap-Tahap Perkembangan Moral.
4) Mengetahui Bagaimana Cara Mempelajari Sikap Moral.
5) Mengetahui Bagaimana Implikasinya bagi pendidikan.






BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata latin “mores” yang berarti tata cara , kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh anggota kelompok.
Menurut piaget (sinilungan, 1997), hakikat moralitas adalah kecenderungan menerima dan menaati sistem peraturan. Selanjutnya, kohlberg (gnarsa, 1958) mengemukakan bahwa aspek moral adalah sesuatu yang tidak dibawa dari lahir, tapi sesuatu yang berkembang dan dapat diperkembangkan atau dipelajari. Perkembangan moral merupakan proses internalisasi nilai atau norma masyarakat sesuai dengan kematangan dan kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap aturan yang berlaku dalam kehidupannya. Jadi, perkembangan moral mencangkup aspek kognitif yaitu pengetahuan tentang baik atau buruk atau benar atau salah, dan aspek afektif yaitu sikap perilaku moral itu dipraktekkan. piaget mengajukan perkembangan moral, yang digambarkan pada aturan permainan. Menurut beliau hakekat moralitas adalah kecenderungan menerima dan menaati sistem peraturan.
Tokoh yang paling dikenal dalam kaitannya dengan perkembangan moral adalah lawrence E. Kohlberg (1958). Melalui disertasinya yang sangat monumental yang berjudul ” the development of modes of moral thinking and choice in the years 10 to 16 ” yang diselesaikannya di university of chicago pada tahun 1958, dia melakukan penelitian empiris lintas kelompok usia tentang cara perkembangan moral terhadap 75 orang anak dan remaja yang berasal dari daerah yang berbeda di sekitar chicago. Anak-anak itu dibagi menjadi tiga kelompok usia, yakni kelompok usia 10, 13, dan 16 tahun. Penelitiannya dilakukan dengan cara menghadapkan para subjek penelitian atau responden kepada berbagai dilema moral dan selanjutnya mencatat semua reaksi mereka. Dalam pandangan kohlberg, sebagaimana juga pandangan jean piaget yaitu salah seorang yang sangat dikaguminya, berdasarkan penelitiannya itu sangat tampak bahwa anak-anak dan remaja itu menafsirkan segala tindakan dan perilakunya sesuai dengan struktur mental mereka sendiri. Mereka menilai hubungan sosial dan perbuatan tertentu sebagai “adil” atau “tidak adil”, “ baik” atau ”buruk” juga seiring dengan tingkat perkembangan atau setruktur moral mereka masing-masing.
Disamping perilaku moral ada juga perilaku tak bermoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena sikap tidak setuju dengan standar sosial yang berlaku atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri, serta perilaku amoral atau nonmoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena ketidak acuhan atau pelanggaran terhadap standar kelompok sosial.
Berdasarkan penelitiannya itu, kohlberg menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
1.   Penilaian dan perubahan moral pada intinya bersifat rasional. Keputusan moral bukanlah soal permasalahan atau nilai, melainkan mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat konstruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik pandang maing-masing individu sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan individu, hak,  kewajiban, dan keterlibatan setiap pribadi terhadap sesuatu yang baik dan adil. Kesemua itu merupakan tindakan kognitif.
2.   Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus di uraikan dan biasanya yang digunakan remaja untuk mempertamggung jawabkan perbuatan moralnya.
3.   Membenarkan gagasan jean piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses perkembangan moral. Sebagaimana penelitian piaget telah membuktikan bahwa baru pada masa remaja pola pemikiran oprasional-formal berkembang. Demikian pula kohlberg menunjukkan adanya kesejajaran perkembangan kognitif dengan perkembangan moral, yaitu bahwa pada masa remaja dapat juga dicapai tahap tertinggi perkembangan moral yang ditandai dengan kemampuan remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada penilaian moralnya.
1 .Dalam tahap pengembangan moral ini menurut kohlberg ada 3 tahap perkembangan moral yaitu:
a. Tahap Prakonvensional
Dimana aturan berisi ukuran moral yang dibuat otoritas pada tahap perkembangan ini anak tidak akan melanggar aturan karena takut ancaman hukuman dari otoritas.
b. Tahap konvensional
Anak mematuhi aturan yang dibuat bersama, agar ia diterima dalam kelompok sebaya atau oleh otoritasnya.
c. Tahap pascakonvensional
Anak menaati aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya.
 2. Dalam tahap pengembangan moral ini menurut J. Bull perkembangan moral dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Tahap anomi ketidakmampuan moral bayi. Moral bayi barulah suatu potensi yang siap  dikembangkan dalam lingkungan.
b. Tahap heteronomi dimana moral yang berpotensial dipacu berkembang orang lain atau toritas melalui aturan dan kedisiplinan.
c. Tahap sosionomi dimana moral berkembang ditengah sebaya/dalam masyarakat, mereka lebih menaati aturan kelompok dari pada aturan otoritas.
d. Tahap otonomi moral yang mengisi dan mengendalikan kata hati serta kemampuan bebasnya untuk berperilaku tanpa tekanan lingkungan.
3. Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang dikenal diseluruh dunia yang di kemukakan
oleh kohlberg (1958) sebagai berikut:
Tingkat 1: Prakonvensional.
Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karana takut ancaman atau hukuman dari otoritas. Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung.
Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:
» Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman
Pada tahap ini anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman.
» Tahap relativistik -instrument
Pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang memiliki otoritas. Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang (hedonisme), perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.” Jadi hubungan disini bukan atas dasar loyalitas, trimakasih dan keadilan.
Tingkat 2 : Konvensional.
Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar diterima dalam kelompoknya, Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya dengan pandangan dan harapan masyarakat.. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.
» tahap orientasi mengenai anak yang baik.
Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat.
» tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas.
Pada tahap ini anak menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakat di sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan dan norma/ nilai sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan yang ada.
Tingkat 3: pasca konvensional, otonom atau berlandaskan prinsip
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap yaitu:
» tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Seseorang menaati aturan sebagai kewajiban dan tanggung jawab dirinya dalam menjaga keserasian hidup masyarakat.
» tahap prinsip etika universal.
Pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat subyektif ada juga norma etik (baik/ buruk, benar atau salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya Piaget menunjukkan bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan yang berhubungan dengan nilai kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi sebagai akibat dari aktivitas spontan yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial anak dengan lingkungannya.
Berdasarkan tingkatan dan tahap-tahap perkembangan moral itu, kemudian Kohlberg (1958) menerjemahkannya ke dalam motif-motif individu dalam melakukan perbuatan moral. Sesuai dengan tahap-tahap perkembangan moral, maka motif-motif perilaku moral manusia adalah sebagai berikut :
Motif 1: Perbuatan moral individu dimotivasi oleh penghindaran terhadap hukuman dan suara hati pada dasarnya merupakan ketakutan irasional terhadap hukuman.
Motif 2: Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keinginan untuk mendapat ganjaran dan keuntungan. Sangat boleh jadi reaksi rasa bersalah diabaikan dan hukuman dipandang secara pragmatis sehingga membedakan rasa takut, rasa nikmat. Atau rasa sakit dari akibat hukuman
Motif 3 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan orang lain, baik yang nyata atau yang dibayangkan secara hipotesis.
Motif 4 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan yang mendalam karena kegagalan dalam melaksanakan kewajiban dan rasa diri bersalah atas kerugian yang dilakukan terhadap orang lain.
Motif 5 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap upaya mempertahankan rasa hormat terhadap orang lain dan masyarakat yang didasarkan atas akal budi dan bukan berdasarkan emosi, keprihatinan terhadap rasa hormat bagi diri sendiri. Misalnya, untuk menghindari sikap menghakimi diri sendiri sebagai makhluk yang tidak rasional, tidak konsisten dan tanpa tujuan.
Motif 6 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap sikap mempersalahkan diri karena melanggar prinsip-prinsipnya sendiri. Individu cenderung membedakan antara rasa hormat terhadap diri karena mencapai rasionalitas dengan rasa hormat terhadap diri sendiri karena mampu mempertahankan prnsip-prinsip moral.
 Cara Mempelajari Sikap Moral
Sikap dan perilaku moral dapat dipelajari dengan cara berikut.
1. Belajar melalui cob/ ralat (tryal and error). Anak mencoba belajar mengatahui apakah perilakunya sudah memenuhi standart sosial dan persetujuan sosial atau belum. Bila belum, maka anak dapat mencoba lagi sampai suatu ketika secara kebetulan dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
2. Pendidikan langsung yang dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi tertentu secara tepat dalam situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara memenuhi peraturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar.
3. Identifikasi dengan orang yang dikaguminya. Cara ini biasanya dilakukan secara tidak sadar dan tanpa tekanan dari orang lain. Yang penting ada teladan dari orang yang diidentifikasikan untuk ditiru perilakunya.
Pendidikan saat ini umunya mempersiapkan peserta didik memilki banyak pengetahuan, tetapi tidak tahu cara memecahkan masalah tertentu yang dihadapai dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Pendidikan lebih mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anak yang pandai dan cerdas, tetapi kurang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anak yang baik. Masalah berkenaan dengan baik dan buruk menjadi kajian bidang moral. Demikian juga dalam mengembangkan aspek moral peserta didik berarti bagaimana cara membantu peserta didik untuk menjadi anak yang baik, yang mengetahui dan berperilaku atau bersikap berbuat baik dan benar. Sikap dan perilaku moral dapat dikembangkan melalui pendidikan dan penanaman nilai/ norma yang dilakukan secara terintegrasi dalam pelajaran maupun kegiatan yang dilakukan anak di keluarga dan sekolah. Pendidikan bukan hanya mempersiapkan anak menjadi manusia cerdas, tetapi juga menjadi manusia yang baik, berbudi luhur, dan berguna bagi orang lain.
4. implikasinya bagi pendidikan
pengembangan moral melalui pendidikan mestinya bukan hanya mengajarkan nilai-nilai sebagai slogan saja. Hal ini tampak pada moral yang diyakini penganut dan moral budaya yang diterima warga masyarakat.
Proses pendidikan dan pembelajaran moral diteladankan orang tua dan dilakukan secara terpadu (integrated) pada tiap peluang dalam semua kegiatan sekolah.disana pendidik mengajarkan keteraturan hidup, disiplin serta melatih dan membiasakan peserta didik bermoral dalam perilaku dan kegiatannya. Otoritas mendukung berbagai kegiatan pengembangan moral warga masyarakat sebagai bagian upaya membangun karekter manusia indonesia seutuhnya. Cara yang ideal adalah dengan memantapkan pancasila melalui keteladanan pendidik pada umumnya kepada warga bangsa sebagai peserta didik sepanjang hayat. Disini berproses pembangunan watak bangsa.
BAB III
PENUTUP
1.   kesimpulan
2.   Pengertian Moral
Moral berasal dari kata latin “mores” yang berarti tata cara , kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh anggota kelompok.
1. Dalam tahap pengembangan moral ini menurut kohlberg ada 3 tahap perkembangan moral yaitu:
a. Tahap Prokonvensional.
b. Tahap konvensional
c. Tahap pascakonvensional
2. Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang dikenal diseluruh dunia yang di kemukakan oleh kohlberg (1958) sebagai berikut:
Tingkat 1: Prakonvensional.
Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karana takut ancaman atau hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:
» Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman
» Tahap relativistik -instrument
Tingkat 2 : Konvensional.
Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.
     » Tahap orientasi mengenai anak yang baik.
     » Tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas.
Tingkat 3: pasca konvensional, otonom atau berlandaskan prinsip
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap yaitu:
     » Tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
     » Tahap prinsip etika universal.
3. Cara Mempelajari Sikap Moral
Sikap dan perilaku moral dapat dipelajari dengan cara berikut.
1. Belajar melalui cob atau ralat (tryal and error).
2. Pendidikan langsung yang dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi tertentu secara tepat dalam situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara memenuhi peraturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar.
3. Identifikasi dengan orang yang dikaguminya.
4. implikasinya bagi pendidikan
pengembangan moral melalui pendidikan mestinya bukan hanya mengajarkan nilai-nilai sebagai slogan saja. Hal ini tampak pada moral yang diyakini penganut dan moral budaya yang diterima warga masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA

[1] Asrori, muhammad, 2007, Psikologi pembelajaran. Bandung: CV wacana prima
[2] Ibid 155-165
[3] Muhaimin, 2008, paradigma pendidikan islam. Bandung : PT remaja rosda karya
[4] Ibid hal: 169-170
[5] Asrori, muhammad, 2007, Psikologi pembelajaran. Bandung: CV wacana prima
[6] Ibid 158-159
[7] Makmun. Abi syamsudin, 2005, psikologi pendidikan. Bandung : PT remaja rosda   karya
[8] Syah. Muhibbin, 2000, psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung : PT remaja rosda karya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar