ASPEK PERKEMBANGAN MORAL PESERTA
DIDIK
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Pendidikan
Yang
Dibina oleh Bapak Nur Widodo
Oleh :
Melia Mega Sari (201210070311147)
Diah Ayu Wulandari (201210070311158)
Aris Widodo (201210070311165)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Oktober 2012
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tahapan perkembangan moral adalah
ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran
moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Tahapan tersebut
dibuat saat ia belajar di University of Chicago berdasarkan teori yang ia buat
setelah terinspirasi hasil kerja Jean Piaget dan kekagumannya akan reaksi anak-anak
terhadap dilema moral.Ia menulis disertasi doktornya pada tahun 1958 yang
menjadi awal dari apa yang sekarang disebut tahapan-tahapan perkembangan moral
dari Kohlberg.
Teori ini
berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis,
mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti
perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti
Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui
tahapan-tahapan konstruktif Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan
menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan
keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,walaupun ada dialog
yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Kohlberg menggunakan cerita-cerita
tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada bagaimana
orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka berada
dalam persoalan moral yang sama. Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan
mengklasifikasi respon yang dimunculkan ke dalam enam tahap yang berbeda.
Keenam tahapan tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional,
konvensional, dan pasca-konvensional. Teorinya didasarkan pada tahapan
perkembangan konstruktif; setiap tahapan dan tingkatan memberi tanggapan yang
lebih adekuat terhadap dilema-dilema moral dibanding tahap/tingkat sebelumnya.
1.
Rumusan Masalah
1)
Apa Pengertian Moral?
2) Bagaimana
Pola Perkembangan Moral?
3) Bagaimana
Tahap-Tahap Perkembangan Moral?
4) Bagaimana
Cara Mempelajari Sikap Moral?
5) Bagaimana
Implikasinya bagi pendidikan?
2.
Tujuan Penulisan
1)
Mengetahui Pengertian Moral.
2) Mengetahui
Bagaimana Pola Perkembangan Moral.
3) Mengetahui
Bagaimana Tahap-Tahap Perkembangan Moral.
4) Mengetahui
Bagaimana Cara Mempelajari Sikap Moral.
5) Mengetahui
Bagaimana Implikasinya bagi pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata latin
“mores” yang berarti tata cara , kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral
berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang
dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh
anggota kelompok.
Menurut piaget (sinilungan, 1997),
hakikat moralitas adalah kecenderungan menerima dan menaati sistem peraturan.
Selanjutnya, kohlberg (gnarsa, 1958) mengemukakan bahwa aspek moral adalah
sesuatu yang tidak dibawa dari lahir, tapi sesuatu yang berkembang dan dapat
diperkembangkan atau dipelajari. Perkembangan moral merupakan proses
internalisasi nilai atau norma masyarakat sesuai dengan kematangan dan
kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap aturan yang berlaku dalam
kehidupannya. Jadi, perkembangan moral mencangkup aspek kognitif yaitu
pengetahuan tentang baik atau buruk atau benar atau salah, dan aspek afektif
yaitu sikap perilaku moral itu dipraktekkan. piaget mengajukan perkembangan
moral, yang digambarkan pada aturan permainan. Menurut beliau hakekat moralitas
adalah kecenderungan menerima dan menaati sistem peraturan.
Tokoh yang paling dikenal dalam
kaitannya dengan perkembangan moral adalah lawrence E. Kohlberg (1958). Melalui
disertasinya yang sangat monumental yang berjudul ” the development of modes
of moral thinking and choice in the years 10 to 16 ” yang diselesaikannya
di university of chicago pada tahun 1958, dia melakukan penelitian empiris
lintas kelompok usia tentang cara perkembangan moral terhadap 75 orang anak dan
remaja yang berasal dari daerah yang berbeda di sekitar chicago. Anak-anak itu
dibagi menjadi tiga kelompok usia, yakni kelompok usia 10, 13, dan 16 tahun.
Penelitiannya dilakukan dengan cara menghadapkan para subjek penelitian atau
responden kepada berbagai dilema moral dan selanjutnya mencatat semua reaksi
mereka. Dalam pandangan kohlberg, sebagaimana juga pandangan jean piaget yaitu
salah seorang yang sangat dikaguminya, berdasarkan penelitiannya itu sangat
tampak bahwa anak-anak dan remaja itu menafsirkan segala tindakan dan
perilakunya sesuai dengan struktur mental mereka sendiri. Mereka menilai
hubungan sosial dan perbuatan tertentu sebagai “adil” atau “tidak adil”, “
baik” atau ”buruk” juga seiring dengan tingkat perkembangan atau setruktur
moral mereka masing-masing.
Disamping perilaku moral ada juga
perilaku tak bermoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial
karena sikap tidak setuju dengan standar sosial yang berlaku atau kurang adanya
perasaan wajib menyesuaikan diri, serta perilaku amoral atau nonmoral yaitu
perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena ketidak acuhan atau
pelanggaran terhadap standar kelompok sosial.
Berdasarkan penelitiannya itu, kohlberg menarik sejumlah
kesimpulan sebagai berikut:
1. Penilaian dan perubahan moral pada
intinya bersifat rasional. Keputusan moral bukanlah soal permasalahan atau
nilai, melainkan mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema
moral dan bersifat konstruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik
pandang maing-masing individu sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan
individu, hak, kewajiban, dan keterlibatan setiap pribadi terhadap
sesuatu yang baik dan adil. Kesemua itu merupakan tindakan kognitif.
2. Terdapat sejumlah tahap pertimbangan
moral yang sesuai dengan pandangan formal harus di uraikan dan biasanya yang
digunakan remaja untuk mempertamggung jawabkan perbuatan moralnya.
3. Membenarkan gagasan jean piaget
bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi
dalam proses perkembangan moral. Sebagaimana penelitian piaget telah
membuktikan bahwa baru pada masa remaja pola pemikiran oprasional-formal
berkembang. Demikian pula kohlberg menunjukkan adanya kesejajaran perkembangan
kognitif dengan perkembangan moral, yaitu bahwa pada masa remaja dapat juga
dicapai tahap tertinggi perkembangan moral yang ditandai dengan kemampuan
remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada penilaian moralnya.
1 .Dalam tahap pengembangan moral
ini menurut kohlberg ada 3 tahap perkembangan moral yaitu:
a. Tahap Prakonvensional
Dimana aturan berisi ukuran moral
yang dibuat otoritas pada tahap perkembangan ini anak tidak akan melanggar
aturan karena takut ancaman hukuman dari otoritas.
b. Tahap konvensional
Anak mematuhi aturan yang dibuat
bersama, agar ia diterima dalam kelompok sebaya atau oleh otoritasnya.
c. Tahap pascakonvensional
Anak menaati aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya.
2. Dalam tahap pengembangan moral ini menurut
J. Bull perkembangan moral dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Tahap anomi ketidakmampuan moral
bayi. Moral bayi barulah suatu potensi yang siap dikembangkan dalam lingkungan.
b. Tahap heteronomi dimana moral
yang berpotensial dipacu berkembang orang lain atau toritas melalui aturan dan
kedisiplinan.
c. Tahap sosionomi dimana moral
berkembang ditengah sebaya/dalam masyarakat, mereka lebih menaati aturan
kelompok dari pada aturan otoritas.
d. Tahap otonomi moral yang mengisi
dan mengendalikan kata hati serta kemampuan bebasnya untuk berperilaku tanpa
tekanan lingkungan.
3. Adapun tahap-tahap perkembangan
moral yang dikenal diseluruh dunia yang di kemukakan
oleh kohlberg (1958) sebagai
berikut:
Tingkat 1: Prakonvensional.
Pada tingkat ini aturan berisi
aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan
moral karana takut ancaman atau hukuman dari otoritas. Tingkat pra-konvensional
dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga
dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam
tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan
konsekuensinya langsung.
Tingkat ini
dibagi menjadi dua tahap:
» Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman
Pada tahap ini anak hanya mengetahui
bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa
diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman.
» Tahap relativistik -instrument
Pada tahap ini anak tidak lagi
secara mutlak tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya yang
ditentukan orang lain yang memiliki otoritas. Anak mulai sadar bahwa setiap
kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme)
dan kesenangan seseorang (hedonisme), perilaku yang benar didefinisikan dengan
apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian
pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga
berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan
akan kugaruk juga punggungmu.” Jadi hubungan disini bukan atas dasar loyalitas,
trimakasih dan keadilan.
Tingkat 2 : Konvensional.
Pada tingkatan ini anak mematuhi
aturan yang dibuat bersama agar diterima dalam kelompoknya, Tingkat
konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Orang di
tahapan ini menilai moralitas dari suatu tindakan dengan membandingkannya
dengan pandangan dan harapan masyarakat.. Tingkat ini juga terdiri dari dua
tahap.
» tahap
orientasi mengenai anak yang baik.
Pada tahap ini
anak mulai memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau
tidak baik oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar
apabila sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat.
» tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas.
Pada tahap ini anak menunjukkan
perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan
masyarakat di sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan
aturan dan norma/ nilai sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab
moral untuk melaksanakan aturan yang ada.
Tingkat 3:
pasca konvensional, otonom atau berlandaskan prinsip
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan
untuk menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap
yaitu:
» tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan
lingkungan sosial.
Pada tahap ini ada hubungan timbal
balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Seseorang menaati
aturan sebagai kewajiban dan tanggung jawab dirinya dalam menjaga keserasian
hidup masyarakat.
» tahap prinsip etika universal.
Pada tahap ini selain ada norma
pribadi yang bersifat subyektif ada juga norma etik (baik/ buruk, benar atau
salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan yang
berhubungan dengan moralitas.
Teori perkembangan moral yang
dikemukakan Kohlberg seperti halnya Piaget menunjukkan bahwa sikap dan perilaku
moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan yang
berhubungan dengan nilai kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi sebagai
akibat dari aktivitas spontan yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi
sosial anak dengan lingkungannya.
Berdasarkan tingkatan dan
tahap-tahap perkembangan moral itu, kemudian Kohlberg (1958) menerjemahkannya
ke dalam motif-motif individu dalam melakukan perbuatan moral. Sesuai dengan
tahap-tahap perkembangan moral, maka motif-motif perilaku moral manusia adalah
sebagai berikut :
Motif 1: Perbuatan moral individu dimotivasi oleh penghindaran terhadap
hukuman dan suara hati pada dasarnya merupakan ketakutan irasional terhadap
hukuman.
Motif 2: Perbuatan moral individu
dimotivasi oleh keinginan untuk mendapat ganjaran dan keuntungan. Sangat boleh
jadi reaksi rasa bersalah diabaikan dan hukuman dipandang secara pragmatis
sehingga membedakan rasa takut, rasa nikmat. Atau rasa sakit dari akibat
hukuman
Motif 3 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh
antisipasi terhadap celaan orang lain, baik yang nyata atau yang dibayangkan
secara hipotesis.
Motif 4 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan
yang mendalam karena kegagalan dalam melaksanakan kewajiban dan rasa diri
bersalah atas kerugian yang dilakukan terhadap orang lain.
Motif 5 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap
upaya mempertahankan rasa hormat terhadap orang lain dan masyarakat yang
didasarkan atas akal budi dan bukan berdasarkan emosi, keprihatinan terhadap rasa
hormat bagi diri sendiri. Misalnya, untuk menghindari sikap menghakimi diri
sendiri sebagai makhluk yang tidak rasional, tidak konsisten dan tanpa tujuan.
Motif 6 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh
keprihatinan terhadap sikap mempersalahkan diri karena melanggar
prinsip-prinsipnya sendiri. Individu cenderung membedakan antara rasa hormat
terhadap diri karena mencapai rasionalitas dengan rasa hormat terhadap diri
sendiri karena mampu mempertahankan prnsip-prinsip moral.
Cara Mempelajari Sikap Moral
Sikap dan
perilaku moral dapat dipelajari dengan cara berikut.
1. Belajar melalui cob/ ralat (tryal
and error). Anak mencoba belajar mengatahui apakah perilakunya sudah memenuhi
standart sosial dan persetujuan sosial atau belum. Bila belum, maka anak dapat
mencoba lagi sampai suatu ketika secara kebetulan dapat berperilaku sesuai
dengan yang diharapkan.
2. Pendidikan langsung yang
dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi tertentu secara tepat dalam
situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara memenuhi peraturan yang berlaku
dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar.
3. Identifikasi dengan orang yang
dikaguminya. Cara ini biasanya dilakukan secara tidak sadar dan tanpa tekanan
dari orang lain. Yang penting ada teladan dari orang yang diidentifikasikan
untuk ditiru perilakunya.
Pendidikan saat ini umunya mempersiapkan peserta didik
memilki banyak pengetahuan, tetapi tidak tahu cara memecahkan masalah tertentu
yang dihadapai dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Pendidikan lebih
mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anak yang pandai dan cerdas, tetapi
kurang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anak yang baik. Masalah
berkenaan dengan baik dan buruk menjadi kajian bidang moral. Demikian juga
dalam mengembangkan aspek moral peserta didik berarti bagaimana cara membantu
peserta didik untuk menjadi anak yang baik, yang mengetahui dan berperilaku
atau bersikap berbuat baik dan benar. Sikap dan perilaku moral dapat
dikembangkan melalui pendidikan dan penanaman nilai/ norma yang dilakukan
secara terintegrasi dalam pelajaran maupun kegiatan yang dilakukan anak di
keluarga dan sekolah. Pendidikan bukan hanya mempersiapkan anak menjadi manusia
cerdas, tetapi juga menjadi manusia yang baik, berbudi luhur, dan berguna bagi
orang lain.
4.
implikasinya bagi pendidikan
pengembangan moral melalui
pendidikan mestinya bukan hanya mengajarkan nilai-nilai sebagai slogan saja.
Hal ini tampak pada moral yang diyakini penganut dan moral budaya yang diterima
warga masyarakat.
Proses pendidikan dan pembelajaran
moral diteladankan orang tua dan dilakukan secara terpadu (integrated) pada
tiap peluang dalam semua kegiatan sekolah.disana pendidik mengajarkan
keteraturan hidup, disiplin serta melatih dan membiasakan peserta didik
bermoral dalam perilaku dan kegiatannya. Otoritas mendukung berbagai kegiatan
pengembangan moral warga masyarakat sebagai bagian upaya membangun karekter
manusia indonesia seutuhnya. Cara yang ideal adalah dengan memantapkan
pancasila melalui keteladanan pendidik pada umumnya kepada warga bangsa sebagai
peserta didik sepanjang hayat. Disini berproses pembangunan watak bangsa.
BAB III
PENUTUP
1. kesimpulan
2.
Pengertian Moral
Moral berasal dari kata latin
“mores” yang berarti tata cara , kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral
berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang
dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh
anggota kelompok.
1. Dalam tahap pengembangan moral
ini menurut kohlberg ada 3 tahap perkembangan moral yaitu:
a.
Tahap Prokonvensional.
b.
Tahap konvensional
c.
Tahap pascakonvensional
2. Adapun tahap-tahap perkembangan
moral yang dikenal diseluruh dunia yang di kemukakan oleh kohlberg (1958)
sebagai berikut:
Tingkat
1: Prakonvensional.
Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat
berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karana takut ancaman
atau hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:
»
Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman
»
Tahap relativistik -instrument
Tingkat
2 : Konvensional.
Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama
agar diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua
tahap.
» Tahap
orientasi mengenai anak yang baik.
» Tahap mempertahankan norma sosial
dan otoritas.
Tingkat 3: pasca konvensional, otonom
atau berlandaskan prinsip
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari
hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap yaitu:
» Tahap orientasi terhadap perjanjian
antara dirinya dengan lingkungan sosial.
» Tahap prinsip etika universal.
3. Cara
Mempelajari Sikap Moral
Sikap dan perilaku moral dapat
dipelajari dengan cara berikut.
1.
Belajar melalui cob atau ralat (tryal and error).
2. Pendidikan langsung yang dilakukan dengan cara anak
belajar memberi reaksi tertentu secara tepat dalam situasi tertentu, serta
dilakukan dengan cara memenuhi peraturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah,
maupun masyarakat sekitar.
3. Identifikasi dengan orang yang dikaguminya.
4.
implikasinya bagi pendidikan
pengembangan moral melalui pendidikan mestinya bukan hanya
mengajarkan nilai-nilai sebagai slogan saja. Hal ini tampak pada moral yang
diyakini penganut dan moral budaya yang diterima warga masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Asrori, muhammad, 2007,
Psikologi pembelajaran. Bandung: CV wacana prima
[2] Ibid 155-165
[3] Muhaimin, 2008, paradigma
pendidikan islam. Bandung : PT remaja rosda karya
[4] Ibid hal: 169-170
[5] Asrori, muhammad, 2007,
Psikologi pembelajaran. Bandung: CV wacana prima
[6] Ibid 158-159
[7] Makmun. Abi syamsudin, 2005, psikologi
pendidikan. Bandung : PT remaja rosda karya
[8] Syah. Muhibbin, 2000, psikologi
pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung : PT remaja rosda karya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar