Senin, 10 Desember 2012

Jurnal Presentasi 4 sampai 6


PRESENTASI IV
Judul              : Aspek Perkembangan Sosial Peserta Didik
Resume           :
Perkembangan sosial peserta didik adalah tingkatan jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang tua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas.  Sedangkan perkembangan emosional adalah luapan perasaan ketiak anak berinteraksi dengan orang lain. Salah satu tokoh psikologi perkembangan yang merumuskan teori perkembangan sosial peserta didik adalah Erik Erison. Erik Erikson sangat terkenal dengan tulisaanya di bidang psikologi anak. Perkembangan sosial pada masa bayiInteraksi sosial dengan orang lain sudah dimulai sejak masa bayi dengan cara yang sangat sederhana.  Pada tahun pertama kehidupan, interaksi sosial anak sangat terbatas, yang utama dengan ibu dan pengasuhnya. Interaksi tersebut dilakukan dengan pandangan, pendengaran dan bau badan. Reaksi sosial terhadap orang dewasaPada masa bayi ini bayi senang sekali bila diajak berhubungan atau berteman oleh orang lain, misalnya diajak berbicara, bermain dan sebagainya.  Makin besar anak makin membutuhkan tidak hanya kontak fisik namun juga kontak psikis.
1.      Perkembangan sosial pada masa prasekolah
Selama masa prasekolah, banyak anak yang mulai mengadakan hubungan dekat dengan orang-orang non keluarga.  Pada saat anak menjelajahi dunia prasekolah mereka mengalami serangkaian situasi sosial yang baru dan bervariasi.  Beberapa situasi baru berhubungan dengan bermain.
2.      Perkembangan sosial pada masa sekolah
a.       Kegiatan Bermain
b.      Interaksi dengan  anak-anak sebaya
3.      Perkembangan sosial pada masa remaja
Pada usia remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya bertambah luas dan kompleks dibandingkan denga masa-masa sebelumnya termasuk pergaulan dengan lawan jenis.  Pemuasan interlektual juga didapatkan oleh remaja dalam kelompoknya dengan berdiskusi, berdebat untuk memecahkan masalah. 
4.      Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
a.    Keluarga
b.    Kematangan
c.    Status Sosial Ekonomi
d.   Pendidikan
e.    Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Hasil tanya dan jawab :
1. Penanya : Fennalia Putri S. (201210070311172)
     Pertanyaan : Pada interaksi sosial, salah satunya terjadi pada masa bayi, berikan contohnya,
     dan jelaskan pentingnya interaksi pada bayi tersebut ke depannya !
     Penjawab : Ulfa M. F.
     Jawaban : Contoh interaksi pada bayi yaitu interaksi antara bayi dengan ibunya, bayi masih
     memiliki dunia sendiri. Pentingnya interaksi pada bayi, nanti jika bayi tersebut dewasa,
     bergantung pada didikannya sejak kecil (tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan).
2. Penanya : Diah Ayu ( 201210070311158 )
    Pertanyaan : Bisa atau tidak peserta didik yang pendiam (kurang bersosialisasi)
    mengembangkan identitas dirinya?
    Penjawab : Arga S. N.
    Jawaban : Sulit, mungkin bisa dan mungkin saja tidak, karena memiliki tingkat kedewasaan
    yang berbeda.
    Dibantu : Henik K. (141) dan Nindi N.F. (170)
    Bantuan : (Henik) Bisa, bergantung pada anak itu sendiri. (Nindi) Pendiam itu adalah identitas
    anak tersebut.
3. Penanya :Nindi Nazula Fajarini (20121007031171)
    Pertanyaan : Pada perkembangan sosial, bagaimana dengan perkembangan sosial pada masa
    dewasa ke atas, kok belum dijelaskan?
    Penjawab : Ulfa M.F.
    Jawaban : Pada masa dewasa, perkembangan sosial sudah relatif tidak dapat direka seperti di
    konsep. Pada masa manula, ya berhubungan dengan manula.
Kesimpulan    :
Interaksi sosial dengan orang lain sudah dimulai sejak masa bayi sampai akhir hayat.  Menurut Erik H. Erikson (1963), perkembangan sosial terbagi menjadi beberapa tahapan yaitu :
1.        Infancy (0-1 tahun) : Trust VS Mistrust
2.        Early childhood (1-3 tahun) : Autonomy VS Shame, doubt
3.        Preschool age (3-6 tahun) : Inisiative VS Guilt
4.        School age (6-12 tahun) : Industry VS Inveriority
5.        Adolescence (12-20 tahun) : Identity VS Identity confusion
6.        Young adulthood (20-30 tahun) : Intimacy VS Isolation
7.        adulthood (30-65 tahun ) : Generativy VS Stagnation
8.        Senescence (>65 tahun) : Ego integrity VS Despair
Beberapa perilaku yang muncul pada massa bayi antara lain imitasi, shyness, pependancy, acceptance, or authority, revalry, attention seeking dan coorperation behavior. Pada masa prasek dan yang menonjol adalah sikap simpatinya. Pada masa remaja interaksi sosial dengan temaan sebaya bertambah luas dan kompleks. Perkembangan sosial pada masa dewasa dibagi menjadi tiga, yaitu dewasa dini, dewasa madya dan dewasa akhir.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial yaitu :
1.            Keluarga ; merupakan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan sosialnya.
2.                                                      Pematangan ; diperlukan agar dapat bersosialisasi dengan baik.
3.            Status Sosial Ekonomi ; kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dalam keluarga.
4.                                                      Pendidikan ; merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.
5.            Emosi dan Intelegenci ; anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbaha dengan baik.

PRESENTASI V
Judul              : Aspek Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Ringkasan      :
Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Proses teori perkembangan kognitif :
1.      Teori Perkembangan Kognitif Piaget.
a.    Tahap Sensori-Motorik (usia 0 sampai 2 tahun)
b.    Tahap Pra-Operasional (usia 2 sampai 7 tahun)
c.    Tahap Konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun)
d.   Tahap Operasional Formal (usia 11 tahunsampaidewasa)
2.      Teori Pemprosesan Informasi.
Desmita (2009:115) Perkembangan kognitif dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan system pemprosesan informasi sebagai alternatif terhadap teori kognitif Piaget. Pada teori Piaget perkembangan kognitif digambarkan dengan berbagai tahap tetapi, para pakar psikologi pemprosesan informasi lebih menekankan pentingnya proses-proses kognitif atau menganalisis perkembangan keterampilan kognitif, seperti perhatian, memori, metakofnisi dan strategi kognitif.
Dalam buku karangan (Desmita, 2009) karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi dalam dua tahap yaitu tahap usia sekolah (SD) dan Remaja (SMP dan SMA). Berdasarkan posting dari (Wiriana, 2008), kemampuan kognitif seseorang dipengaruhi oleh dua hal yaitu, faktor herediter atau keturunan dan faktor non herediter.
Dalam posting (Wiriana, 2008) pun dijelaskan tentang faktor  yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah:
1.Gaya pengasuhan.
2. Pengaruh lingkungan.

Beberapa tips untuk mengembangkan kemampuan kognitif pada anak (Wiriana, 2008), antara lain :
1. Asupangizi yang memadai dan disesuaikan dengan kebutuhan anak.
2. Melakukan beberapa latihan fisik dan relaksasi seperti, brain gym.
3.Keluarga sebagai fondasi bagi perkembangan anak ke depan hendaknya mampu     menciptakan suasana yang harmonis, hangat dan penuh kasih sayang.

Tanya-Jawab :
Tanya:
1)      Fennalia P.S (172)
Termasuk tahap apakah jika seorang mengalami ketidaksesuaian usia dengan kemampuan kognitifnya, misalkan seorang dewasa namun kemampuan kognitifnya seperti anak-anak ?
2)      Dhani (150)
Apa saja proses yang terjadi pada tahap praoperasional?
3)      Dwi Ridho (153)
Bagaimana pemecahan masalah kognitif yang berhubungan dengan akademik?
Jawab:
1)      Tergantung kemampuanya, terkadang penyimpangan tejadi pada suatu individu. Penyimpangan tidak dapat di salahkan,maka dia tetap termasuk tahap sesuai kemampuanya. 
2)      Proses bagaimana anak mulai mengenali dan memahami keadaan sekitarnya dengan suatu konsep yang ia buat sendiri.
3)      Kembali kepada individu masing-masing dimana mereka berusaha menjadi yang lebih baik. Dan pendidik sebagai motivatornya.
Kesimpulan    :
1.      Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan
2.      Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi dalam dua tahap yaitu tahap usia sekolah (SD) dan Remaja (SMP dan SMA).
3.      Faktor  yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah:
1. Gaya pengasuhan.
2. Pengaruh lingkungan.

PRESENTASI VI
Judul              : Aspek Perkembangan Moral Peserta Didik
Resume           :
1.Pengertian Moral
Moral berasal dari kata latin “mores” yang berarti tata cara , kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh anggota kelompok.
        Menurut piaget (sinilungan, 1997), hakikat moralitas adalah kecenderungan menerima dan menaati sistem peraturan. Selanjutnya, kohlberg (gnarsa, 1958) mengemukakan bahwa aspek moral adalah sesuatu yang tidak dibawa dari lahir, tapi sesuatu yang berkembang dan dapat diperkembangkan atau dipelajari.
Disamping perilaku moral ada juga perilaku tak bermoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena sikap tidak setuju dengan standar sosial yang berlaku atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri, serta perilaku amoral atau nonmoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena ketidak acuhan atau pelanggaran terhadap standar kelompok sosial.
Berdasarkan penelitiannya itu, kohlberg menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
1.   Penilaian dan perubahan moral pada intinya bersifat rasional. Keputusan moral bukanlah soal permasalahan atau nilai, melainkan mengandung suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat konstruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik pandang maing-masing individu sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan individu, hak,  kewajiban, dan keterlibatan setiap pribadi terhadap sesuatu yang baik dan adil. Kesemua itu merupakan tindakan kognitif.
2.   Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus di uraikan dan biasanya yang digunakan remaja untuk mempertamggung jawabkan perbuatan moralnya.
3.   Membenarkan gagasan jean piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses perkembangan moral. Sebagaimana penelitian piaget telah membuktikan bahwa baru pada masa remaja pola pemikiran oprasional-formal berkembang. Demikian pula kohlberg menunjukkan adanya kesejajaran perkembangan kognitif dengan perkembangan moral, yaitu bahwa pada masa remaja dapat juga dicapai tahap tertinggi perkembangan moral yang ditandai dengan kemampuan remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada penilaian moralnya.
1 .Dalam tahap pengembangan moral ini menurut kohlberg ada 3 tahap perkembangan moral yaitu:
a. Tahap Prakonvensional
b. Tahap konvensional
c. Tahap pascakonvensional
2. Dalam tahap pengembangan moral ini menurut J. Bull perkembangan moral dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Tahap anomi ketidakmampuan moral bayi. Moral bayi barulah suatu potensi yang siap  dikembangkan dalam lingkungan.
b. Tahap heteronomi dimana moral yang berpotensial dipacu berkembang orang lain atau toritas melalui aturan dan kedisiplinan.
c. Tahap sosionomi dimana moral berkembang ditengah sebaya/dalam masyarakat, mereka lebih menaati aturan kelompok dari pada aturan otoritas.
d. Tahap otonomi moral yang mengisi dan mengendalikan kata hati serta kemampuan bebasnya untuk berperilaku tanpa tekanan lingkungan.
3. Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang dikenal diseluruh dunia yang di kemukakan
oleh kohlberg (1958) sebagai berikut:
Tingkat 1: Prakonvensional.
Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karana takut ancaman atau hukuman dari otoritas. Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak,
Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:
» Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman
Pada tahap ini anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman.
» Tahap relativistik -instrument
Pada tahap ini anak tidak lagi secara mutlak tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya yang ditentukan orang lain yang memiliki otoritas. Anak mulai sadar bahwa setiap kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme) dan kesenangan seseorang (hedonisme), perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya.
Tingkat 2 : Konvensional.
Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar diterima dalam kelompoknya, Tingkat konvensional umumnya ada pada seorang remaja atau orang dewasa. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.
» tahap orientasi mengenai anak yang baik.
Pada tahap ini anak mulai memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila sikap dan perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat.
» tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas.
Pada tahap ini anak menunjukkan perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan masyarakat di sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan dan norma/ nilai sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab moral untuk melaksanakan aturan yang ada.
Tingkat 3: pasca konvensional, otonom atau berlandaskan prinsip
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap yaitu:
» tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
Pada tahap ini ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat
» tahap prinsip etika universal.
Pada tahap ini selain ada norma pribadi yang bersifat subyektif ada juga norma etik (baik/ buruk, benar atau salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan yang berhubungan dengan moralitas.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan Kohlberg seperti halnya Piaget menunjukkan bahwa sikap dan perilaku moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan yang berhubungan dengan nilai kebudayaan semata-mata. Tetapi juga terjadi sebagai akibat dari aktivitas spontan yang dipelajari dan berkembang melalui interaksi sosial anak dengan lingkungannya.
Berdasarkan tingkatan dan tahap-tahap perkembangan moral itu, kemudian Kohlberg (1958) menerjemahkannya ke dalam motif-motif individu dalam melakukan perbuatan moral. Sesuai dengan tahap-tahap perkembangan moral, maka motif-motif perilaku moral manusia adalah sebagai berikut :
Motif 1: Perbuatan moral individu dimotivasi oleh penghindaran terhadap hukuman dan suara hati pada dasarnya merupakan ketakutan irasional terhadap hukuman.
Motif 2: Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keinginan untuk mendapat ganjaran dan keuntungan. Sangat boleh jadi reaksi rasa bersalah diabaikan dan hukuman dipandang secara pragmatis sehingga membedakan rasa takut, rasa nikmat. Atau rasa sakit dari akibat hukuman
Motif 3 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan orang lain, baik yang nyata atau yang dibayangkan secara hipotesis.
Motif 4 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan yang mendalam karena kegagalan dalam melaksanakan kewajiban dan rasa diri bersalah atas kerugian yang dilakukan terhadap orang lain.
Motif 5 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap upaya mempertahankan rasa hormat terhadap orang lain dan masyarakat yang didasarkan atas akal budi dan bukan berdasarkan emosi, keprihatinan terhadap rasa hormat bagi diri sendiri
Motif 6 : Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap sikap mempersalahkan diri karena melanggar prinsip-prinsipnya sendiri.

 Cara Mempelajari Sikap Moral
Sikap dan perilaku moral dapat dipelajari dengan cara berikut.
1. Belajar melalui cob/ ralat (tryal and error). Anak mencoba belajar mengatahui apakah perilakunya sudah memenuhi standart sosial dan persetujuan sosial atau belum. Bila belum, maka anak dapat mencoba lagi sampai suatu ketika secara kebetulan dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
2. Pendidikan langsung yang dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi tertentu secara tepat dalam situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara memenuhi peraturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar.
3. Identifikasi dengan orang yang dikaguminya. Cara ini biasanya dilakukan secara tidak sadar dan tanpa tekanan dari orang lain. Yang penting ada teladan dari orang yang diidentifikasikan untuk ditiru perilakunya.
Pendidikan saat ini umunya mempersiapkan peserta didik memilki banyak pengetahuan, tetapi tidak tahu cara memecahkan masalah tertentu yang dihadapai dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Pendidikan lebih mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anak yang pandai dan cerdas, tetapi kurang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anak yang baik. Masalah berkenaan dengan baik dan buruk menjadi kajian bidang moral. Demikian juga dalam mengembangkan aspek moral peserta didik berarti bagaimana cara membantu peserta didik untuk menjadi anak yang baik, yang mengetahui dan berperilaku atau bersikap berbuat baik dan benar. Sikap dan perilaku moral dapat dikembangkan melalui pendidikan dan penanaman nilai/ norma yang dilakukan secara terintegrasi dalam pelajaran maupun kegiatan yang dilakukan anak di keluarga dan sekolah. Pendidikan bukan hanya mempersiapkan anak menjadi manusia cerdas, tetapi juga menjadi manusia yang baik, berbudi luhur, dan berguna bagi orang lain.
4. implikasinya bagi pendidikan
pengembangan moral melalui pendidikan mestinya bukan hanya mengajarkan nilai-nilai sebagai slogan saja. Hal ini tampak pada moral yang diyakini penganut dan moral budaya yang diterima warga masyarakat.
Proses pendidikan dan pembelajaran moral diteladankan orang tua dan dilakukan secara terpadu (integrated) pada tiap peluang dalam semua kegiatan sekolah.disana pendidik mengajarkan keteraturan hidup, disiplin serta melatih dan membiasakan peserta didik bermoral dalam perilaku dan kegiatannya.
Tanya Jawab :
1.      Nayla B (171)
Selai ada norma universal , batasan batasan yang berbeda, standart yang akan di pakai bagaimana ?
Jawaban :
Dengan cara penarika moral universal, contohnya mematuhi rambu rambu lalulintas, di larang membunuh. Standart moral meskipun universal di tentukan oleh kelompok jadi tergantung pada si pembuat moral.
2.      Genius (138)
Bagaimana jika peserta didik tidak mempunyai moral ?
Jawaban :
      Jika siswa tidak mempunyai moral maka dampaknya akan merugikan diri sendiri/lingkungan sekitar. Namun konsep moral suatu Negara berbeda beda.

3.      Dwi kurniawati
Bagaimana cara menghadapi peserda didik yang tidak seimbang tara kecerdasan dan moral.
Jawaban :
      Karena upaya mengantarkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya.Karena itu pendidikan harus seimbang, yang hanya tidak mampu mengantarkan peserta didik  Sesuai dengan tuntutan jaman serta kemajuan Ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga menghadap. kecerdasan moral yang harus dipupuk sejak dini
Kesimpulan    :
Pengertian Moral
Moral berasal dari kata latin “mores” yang berarti tata cara , kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh anggota kelompok.
1. Dalam tahap pengembangan moral ini menurut kohlberg ada 3 tahap perkembangan moral yaitu:
a. Tahap Prokonvensional.
b. Tahap konvensional
c. Tahap pascakonvensional
2. Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang dikenal diseluruh dunia yang di kemukakan oleh kohlberg (1958) sebagai berikut:
Tingkat 1: Prakonvensional.
Pada tingkat ini aturan berisi aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan moral karana takut ancaman atau hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:
» Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman
» Tahap relativistik -instrument
Tingkat 2 : Konvensional.
Pada tingkatan ini anak mematuhi aturan yang dibuat bersama agar diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.
     » Tahap orientasi mengenai anak yang baik.
     » Tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas.
Tingkat 3: pasca konvensional, otonom atau berlandaskan prinsip
Pada tingkat ini anak mematuhi aturan untuk menghindari hukuman kata hatinya. Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap yaitu:
     » Tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial.
     » Tahap prinsip etika universal.
3. Cara Mempelajari Sikap Moral
Sikap dan perilaku moral dapat dipelajari dengan cara berikut.
1. Belajar melalui cob atau ralat (tryal and error).
2. Pendidikan langsung yang dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi tertentu secara tepat dalam situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara memenuhi peraturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar.
3. Identifikasi dengan orang yang dikaguminya.
4. implikasinya bagi pendidikan
pengembangan moral melalui pendidikan mestinya bukan hanya mengajarkan nilai-nilai sebagai slogan saja. Hal ini tampak pada moral yang diyakini penganut dan moral budaya yang diterima warga masyarakat.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar