ASPEK PERKEMBANGAN
MORAL
PESERTA DIDIK
A.
Anggota Kelompok:
1. Melia
Mega Sari
(201210070311147)
2. Diah
Ayu Wulandari (201210070311158)
3. Aris
Widodo
(201210070311165)
B.
Materi:
Tahapan perkembangan moral adalah
ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran
moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Teori ini
berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis,
mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti
perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti
Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui
tahapan-tahapan konstruktif Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan
menentukan bahwa proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan
keadilan dan perkembangannya berlanjut selama kehidupan,walaupun ada dialog
yang mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya.
Moral (Bahasa Latin
Moralitas) adalah istilah manusia
menyebut ke manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memiliki nilai
positif. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral artinya dia tidak
bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia lainnya. Sehingga
moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral berasal dari kata latin
“mores” yang berarti tata cara , kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral berarti
perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang dikembangakan oleh
konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah peraturan perilaku yang
telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral inilah yang
menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh anggota kelompok.
Disamping perilaku moral ada juga
perilaku tak bermoral yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial
karena sikap tidak setuju dengan standar sosial yang berlaku atau kurang adanya
perasaan wajib menyesuaikan diri, serta perilaku amoral atau nonmoral yaitu
perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial karena ketidak acuhan atau
pelanggaran terhadap standar kelompok sosial.
Berdasarkan penelitiannya itu,
kohlberg menarik sejumlah kesimpulan sebagai berikut:
a. Penilaian
dan perubahan moral pada intinya bersifat rasional.
b. Terdapat
sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan pandangan formal harus di
uraikan dan biasanya yang digunakan remaja untuk mempertamggung jawabkan
perbuatan moralnya.
c. Membenarkan
gagasan jean piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur 16 tahun telah mencapai
tahap tertinggi dalam proses perkembangan moral.
Dalam tahap pengembangan moral ini
menurut kohlberg ada 3 tahap perkembangan moral yaitu:
a. Tahap Prakonvensional
b. Tahap konvensional
c. Tahap pascakonvensional
Dalam tahap pengembangan moral ini
menurut J. Bull perkembangan moral dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Tahap anomi ketidakmampuan moral
bayi. Moral bayi barulah suatu potensi yang siap dikembangkan dalam lingkungan.
b. Tahap heteronomi dimana moral
yang berpotensial dipacu berkembang orang lain atau toritas melalui aturan dan
kedisiplinan.
c. Tahap sosionomi dimana moral
berkembang ditengah sebaya/dalam masyarakat, mereka lebih menaati aturan
kelompok dari pada aturan otoritas.
d. Tahap otonomi moral yang mengisi
dan mengendalikan kata hati serta kemampuan bebasnya untuk berperilaku tanpa
tekanan lingkungan.
Adapun tahap-tahap perkembangan moral yang
dikenal diseluruh dunia yang di kemukakan oleh kohlberg (1958) sebagai berikut:
Tingkat 1: Prakonvensional.
Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap:
» Tahap orientasi terhadap kepatuhan dan hukuman
Pada tahap ini anak hanya mengetahui
bahwa aturan-aturan ini ditentukan oleh adanya kekuasaan yang tidak bisa
diganggu gugat. Anak harus menurut, atau kalau tidak, akan mendapat hukuman.
» Tahap relativistik -instrument
Pada tahap ini anak tidak lagi
secara mutlak tergantung pada aturan yang berada di luar dirinya yang
ditentukan orang lain yang memiliki otoritas. Anak mulai sadar bahwa setiap
kejadian mempunyai beberapa segi yang bergantung pada kebutuhan (relativisme)
dan kesenangan seseorang (hedonisme), perilaku yang benar didefinisikan dengan
apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian
pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga
berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan
akan kugaruk juga punggungmu.” Jadi hubungan disini bukan atas dasar loyalitas,
trimakasih dan keadilan.
Tingkat 2 : Konvensional.
Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap.
» tahap orientasi mengenai anak yang baik.
Pada tahap ini anak mulai
memperlihatkan orientasi perbuatan yang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh
orang lain atau masyarakat. Sesuatu dikatakan baik dan benar apabila sikap dan
perilakunya dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat.
» tahap mempertahankan norma sosial dan otoritas.
Pada tahap ini anak menunjukkan
perbuatan baik dan benar bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan
masyarakat di sekitarnya, tetapi juga bertujuan agar dapat ikut mempertahankan
aturan dan norma/ nilai sosial yang ada sebagai kewajiban dan tanggung jawab
moral untuk melaksanakan aturan yang ada.
Tingkat 3: pasca konvensional, otonom atau berlandaskan
prinsip
Tingkat ini juga terdiri dari dua tahap yaitu:
» tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan
lingkungan sosial.
Pada tahap ini ada hubungan timbal
balik antara dirinya dengan lingkungan sosial dan masyarakat. Seseorang menaati
aturan sebagai kewajiban dan tanggung jawab dirinya dalam menjaga keserasian
hidup masyarakat.
» tahap prinsip etika universal.
Pada tahap ini selain ada norma
pribadi yang bersifat subyektif ada juga norma etik (baik/ buruk, benar atau
salah) yang bersifat universal sebagai sumber menentukan sesuatu perbuatan yang
berhubungan dengan moralitas.
Berdasarkan tingkatan dan
tahap-tahap perkembangan moral itu, kemudian Kohlberg (1995) menerjemahkannya
ke dalam motif-motif individu dalam melakukan perbuatan moral. Sesuai dengan
tahap-tahap perkembangan moral, maka motif-motif perilaku moral manusia adalah
sebagai berikut :
Motif 1: Perbuatan
moral individu dimotivasi oleh penghindaran terhadap hukuman dan suara hati
pada dasarnya merupakan ketakutan irasional terhadap hukuman.
Motif 2: Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keinginan
untuk mendapat ganjaran dan keuntungan. Sangat boleh jadi reaksi rasa bersalah
diabaikan dan hukuman dipandang secara pragmatis sehingga membedakan rasa
takut, rasa nikmat. Atau rasa sakit dari akibat hukuman
Motif 3 : Perbuatan
moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan orang lain, baik yang
nyata atau yang dibayangkan secara hipotesis.
Motif 4 : Perbuatan
moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan yang mendalam karena
kegagalan dalam melaksanakan kewajiban dan rasa diri bersalah atas kerugian
yang dilakukan terhadap orang lain.
Motif 5 : Perbuatan
moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap upaya mempertahankan rasa
hormat terhadap orang lain dan masyarakat yang didasarkan atas akal budi dan
bukan berdasarkan emosi, keprihatinan terhadap rasa hormat bagi diri sendiri.
Misalnya, untuk menghindari sikap menghakimi diri sendiri sebagai makhluk yang
tidak rasional, tidak konsisten dan tanpa tujuan.
Motif 6 : Perbuatan
moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap sikap mempersalahkan diri
karena melanggar prinsip-prinsipnya sendiri. Individu cenderung membedakan
antara rasa hormat terhadap diri karena mencapai rasionalitas dengan rasa
hormat terhadap diri sendiri karena mampu mempertahankan prnsip-prinsip moral.
Cara Mempelajari
Sikap Moral
Sikap dan perilaku moral dapat dipelajari dengan cara
berikut:
1. Belajar melalui cob/ ralat (tryal
and error). Anak mencoba belajar mengatahui apakah perilakunya sudah memenuhi
standart sosial dan persetujuan sosial atau belum.
2. Pendidikan langsung yang
dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi tertentu secara tepat dalam
situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara memenuhi peraturan yang berlaku
dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat sekitar.
3. Identifikasi dengan orang yang
dikaguminya.
C.
Tanya-Jawab:
1. Nayla Berliana N (201210070311164)
Di dalam materi
dijelaskan ada sumber yang bersifat universal yang kemudian ada standart tertentu
pada sumber tersebut. Standart yang bagaimana yang digunakan pada sumber
tersebut ?
Tambahan Ulfa
Bagaimana peranan moral
di sekolah luar negeri dibandingkan dengan di negara kita ini ?
2. Genius
Bagaimana jika peserta
didik tidak mempunyai moral ?
3. Dwi Kurniawati
Bagaimana cara
mengatasi peserta didik yang pintar tetapi tidak bisa menyeimbangkan antara
kepandaiannya tersebut dengan moral yang dimilikinya ?
Jawaban:
1. Cara penarikan moral itu dengan
universal. Contohnya saja mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan dilarang
membunuh. Namun disini standar moral meskipun universal, tetapi dibentuk oleh
kelompok-kelompok. Jadi disini tergantung kepada si pembuat moral.
Jawaban untuk Ulfa:
Menurut kelompok ini
konsep moral di setiap negara itu berbeda-beda. Jadi di setiap negara mempunyai
peranan moral yang berbeda. Untuk peranan moral di Indonesia sendiri bertujuan
untuk membuat peserta didik berbuat baik. Intinya di Indonesia dengan luar
negeri itu berbeda, karena setiap negara itu mempunyai batasan sendiri-sendiri.
2. Dampak apabila peserta didik tidak
mempunyai moral maka akan berimbas kepada lingkungan sekitar tempat mereka
sehari-hari melakukan interaksi sosial, baik di rumah, sekolah, maupun di
lingkungan masyarakat.
3. Jika peserta didik tidak mempunyai moral
namun mereka cerdas dan pintar, maka peserta didik ini dapat dikatakan tidak
seimbang.
D.
Kesimpulan:
·
Moral berasal dari kata latin
“mores” yang berarti tata cara , kebiasaan, dan adat. Perilaku sikap moral
berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, yang
dikembangakan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
Konsep moral inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapakan dari seluruh
anggota kelompok.
·
Adapun tahap-tahap perkembangan
moral yang dikenal diseluruh dunia yang di kemukakan oleh kohlberg (1995)
sebagai berikut:
Tingkat 1: Prakonvensional.
Pada tingkat ini aturan berisi
aturan moral yang dibuat berdasarkan otoritas. Anak tidak melanggar aturan
moral karana takut ancaman atau hukuman dari otoritas. Tingkat ini dibagi
menjadi dua tahap:
» Tahap orientasi terhadap kepatuhan
dan hukuman
» Tahap relativistik -instrument
Tingkat 2 : Konvensional.
Pada tingkatan ini anak mematuhi
aturan yang dibuat bersama agar diterima dalam kelompoknya. Tingkat ini juga
terdiri dari dua tahap.
» Tahap orientasi mengenai anak yang baik.
» Tahap mempertahankan norma sosial dan
otoritas.
Tingkat 3: pasca konvensional,
otonom atau berlandaskan prinsip
Pada tingkat ini anak mematuhi
aturan untuk menghindari hukuman kata
hatinya. Tingkat ini juga terdiri
dari dua tahap yaitu:
» Tahap orientasi terhadap perjanjian antara
dirinya dengan lingkungan sosial.
» Tahap prinsip etika universal.
·
Sikap dan perilaku moral dapat
dipelajari dengan cara berikut:
1. Belajar melalui cob atau ralat
(tryal and error).
2.
Pendidikan langsung yang dilakukan dengan cara anak belajar memberi reaksi
tertentu secara tepat dalam situasi tertentu, serta dilakukan dengan cara
memenuhi peraturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat
sekitar.
3. Identifikasi dengan orang yang dikaguminya.
Nama
Anggota Kelompok :
1. Rahmatul Aini
(201210070311156)
2. Nuriza Rozaq Ma’rufah (201210070311152)
3. Evie Fitriana (201210070311148)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar